Kepala Sekolah

RE-ORIENTASI SMA FATAHILLAH JAKARTA SELATAN

(Menuju Lembaga Pendidikan Islam Terpadu)

Oleh: H. Maskuri

 

  1. Latar Belakang

Format pendidikan nasional yang sudah bergulir puluhan tahun, ternyata belum juga mampu melahirkan manusia-manusia Indonesia yang bertanggung jawab, jujur, dan memiliki integritas yang tinggi. Yang terjadi justeru sebaliknya, moral bangsa semakin terperosok ke dalam kubangan lumpur yang menjijikan. Indonesia kini telah menjadi bangsa yang dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi, tingkat kerusakan lingkungan, tingkat kriminalitas, penggunaan narkoba dan penghutang tinggi di dunia. Semua itu terjadi karena format pendidikan yang diterapkan di negeri kita telah mengalami ketimpangan kurikulum. Pada sector pendidikan umum terjadi “sekularisasi pendidikan”, yang memisahkan pendidikan umum dari pendidikan agama yang sesungguhnya sarat dengan pesan-pesan moral. Sementara di sector pendidikan agama yang banyak diselenggarakan dalam institusi madrasah atau pesantren terjadi “sakralisasi” yakni, muatan-muatan agama yang seolah “tidak peduli” dengan apa yang terjadi dan berkembang di dunia. Jadilah mereka murid-murid yang mengetahui ilmu agama, tetapi gagap dalam beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari yang sarat dengan perubahan dan perkembangan ilmu dan teknologi.

Dengan kondisi rapuhnya kualitas SDM (HDI tahun 2002 berada pada peringkat 117), Indonesia kemudian berhadapan dengan global competition yang sangat ketat. Tahun tahun ke depan, batas-batas negara semakin kabur. Setiap Negara mau tidak mau harus bekerjasama dan sekaligus bersaing dengan negara lain dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraannya. Tahun 2003 ini perjanjian AFTA telah menunjukkan riak dan konsekwensinya. Indonesia harus bersaing ketat dengan Malaysia, Thailand, Singapura, dan Negara ASEAN lainnya dalam berbagai hal. Sementara, lima belas tahun ke depan, Indonesia harus siap pula dalam menghadapi kompetisi dengan negara-negara seluruh dunia dalam perjanjian WTO.

Mengejar kualitas pendidikan merupakan salah satu syarat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan di atas. Pemerintah dan masyarakat hendaknya berusaha memberdayakan warga negara untuk menjadi manusia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang menerapkan nilai-nilai moral dan demokratis dalam kehidupan masyarakatnya, yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai seorang warga negara. Pendidikan berkualitas bukan hanya menghasilkan kader pemimpin bangsa tetapi juga menghasilkan kader pemimpin yang menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya. Dalam konteks itulah format Sekolah Islam Terpadu mencoba meretas jalan membangun pendidikan berkualitas dengan berupaya mengintegrasikan berbagai komponen dan kekuatan yang diharapkan mampu membentuk bangunan pendidikan yang kokoh dan efektif.

  1. Warisan Pendidikan Islam

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan yang jelas tentang tujuan dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba (QS AsSyams:8, Adz Dzariyat: 56), yang siap menjalankan risalah yang dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi (QS 2:30/ 33: 72 ) Oleh karena itu pendidikan berarti merupakan suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertaqwa, berfikir, dan berkarya untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya.

Tujuan Pendidikan seharusnya mengajarkan, mengasuh, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam rangka menyiapkan mereka merealisasikan fungsi dan risalah kemanusiaannya di hadapan Allah SWT: yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dan menjalankan misi kekhilafahnnya di muka bumi sebagai makhluk yang berupaya memakmurkan kehidupan dalam tatanan hidup bersama dengan aman, damai dan sejahtera. Oleh karena itu pendidikan seharusnya diarahkan kepada upaya ma’rifah terhadap Allah SWT dalam upaya mengokohkan tali hubungan denganNya sebagai Rob, Pencipta, Pemelihara dan Penguasa alam raya, dan kemampuannya meningkatkan kualaitas hubungan dengan sesama makhluk di alam fana ini guna bersama merealisasikan dan menigimplementasikan nilai-nilai ilahiyah sehingga tercipta kedamaian dan kesejahteraan bagi sesama dan semua.

Dengan landasan filosofis seperti itulah, dalam kesejaharannya Islam telah membuktikan diri sebagai ummat yang memiliki peradaban gemilang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan mengungguli kejayaan Eropa pada zamannya, sekitar abad VIII, IX dan X M. Islam telah mewariskan ilmu dan pengetahuan yang mengagumkan dengan tokoh-tokoh ilmuwannya yang besar seperti: Al Jabir ahli Kimia dan Metalurgi pada abad ke 8, Al Khawarizmi seorang ahli matematika dan astronomi pada abad ke 9, Ar Razi seorang Parsi ahli di bidang kedokteran pada abad 9 M, Al Mas’udi seorang pengembara dan ahli sejarah Arab pada abad X. Al Biruni seorang ahli matematika, astronomi, kedokteran yang hidup di awal abad XI M , Ibnu Sina, IbnuRusyd, Al Kindi, Ibnu Haystsam dan puluhan ilmuwan Islam lainnya yang diakui oleh dunia.

Dalam pada itu, ternyata kelembagaan pendidikan mendapat perhatian yang luar biasa dari para pejabat pemerintahan . Bermula dari mesjid sebagai lembaga pendidikan tertua, tersebutlah beberapa mesjid yang terkenal seperti Jami’ Ahmad bin Thoulon yang selesai dibangun pada tahun 256 H, mesjid Al Azhar di Mesir, Masjid Al Manshur di Bagdad pada zaman Harun Al Rasyid, Masjid Al Umayyah di Damaskus yang didirikan oleh Walid Abdul Malik sampai lembaga pendidikan sekolah (madrasah). Madrasah-madrasah tumbuh dan berkembang dengan dukungan dan kebijakan penuh para penguasa saat itu, seperti Madrasah An Nizhomiyah yang didirikan oleh Nizamul Mulk di Baghdad pada tahun 459H, memiliki perpustakaan besar dengan system catalog, Madrasah An Nuriyah di Damaskus yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki yang dilengkapi dengan aneka fasilitas seperti perpustakaan, asrama, rumah para guru.

Madrasah Al Muntashiriyah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Al Muntashir pada abad XII M, dianggap sebagai madrasah terbesar di zamannya. Madrasah ini dilengkapi dengan perpustakaan lengkap dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Seluruh siswa dan guru tinggal di dalam asrama yang di penuhi segala kebutuhan makan, minum dan alat-alat belajarnya secara gratis, bahkan murid mendapat uang saku sebesar satu dinar emas setiap bulannya. Madrasah An-Nashiriyah di Mesir didirikan oleh Sultan Al Adil Zainuddin Katbaga Al Manshuri sekitar tahun 703 H, sebuah madrasah yang bangunannya sangat indah dengan aneka fasilitas dan ruangan untuk mempelajari empat mazhab fiqih dalam Islam.
Perhatian Islam akan pendidikan juga tercermin melalui banyaknya perpustakaan yang dibangun (dawarul kutub). Di Andalusia, misalnya terdapat sekitar 20 perpustakaan umum. Pada sekitar abad X Masehi, perpustakaan itu mempenyai lebih dari 400.000 jilid buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Mesir yang didirikan oleh Hakim bi Amrillah pada tahun 395 H memiliki 2 juta jilid buku. Perpustakaan Tripoli di Syiria yang dibumihanguskan oleh tentara Salib mempunyai buku sekitar tiga juta jilid. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia menyimpan buku-bukunya di dalam 40 kamar, dan setiap kamar berisi 18.000 jilid. Demikian pula perpustakaan yang didirikan oleh Abud Daulah di sebuah kota besar di sebelaha Selatan Persia memenuhi 360 kamar yang dikelilingi taman-taman yang indah.

 

  1. Format Pembelajaran SMA Fatahillah Terpadu Sebagai Pendidikan Islam Terpadu

 Pengertian Sekolah Islam Terpadu (SIT) :

Secara komprehensif SIT adalah Sekolah Islam yang diselenggarakan dengan memadukan secara integratif nilai dan ajaran Islam dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif antara guru dan orang tua, serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetensi peserta didik.

  1. Karakter Sekolah Islam Terpadu

Karakteristik utama SIT adalah :

  1. Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis
  2. Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum
  3. Menerapkan dan mengembangkan  metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar
  4. Mengedepankan qudwah hasanah dalam membentuk karakter peserta didik
  5. Menumbuhkan biah sholihah dalam iklim dan lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran
  6. Melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan
  7. Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua interaksi antarwarga sekolah
  8. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat, dan asri
  9. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu
  10. Menumbuhkan budaya profesionalisme yang tinggi di kalangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan

 

  1. Tujuan Umum Pendidikan SIT

 Adalah membina peserta didik untuk menjadi insan muttaqien yang cerdas, berakhlak mulia dan memiliki keterampilan  yang memberikan manfaat dan maslahat bagi umat manusia, dengan rincian karakter ( muwashoffat) sebagai berikut :

  1. Aqidah yang Bersih (Salimul Aqidah)
  2. Ibadah yang Benar (Shohihul Ibadah)
  3. Pribadi yang matang (Matinul Khuluq)
  4. Mandiri (Qodirun Alal Kasbi)
  5. Cerdas dan Berpengetahuan (Mutsaqqoful Fikri)
  6. Sehat dan kuat (Qowiyul Jismi)
  7. Bersungguh-sungguh dan Disiplin (Mujahidun Linafsihi)
  8. Tertib dan Cermat (Munazhzhom Fi Syu’unihi)
  9. Efisien (Harisun ‘Ala Waqtihi)
  10. Bermanfaat (Nafiun Lighoirihi)

Membangun suatu sistem pendidikan yang baik berarti menyelenggarakan kegiatan pendidikan yang mampu membentuk kepribadian peserta didik. Dan kepribadian seseorang itu ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pengalaman belajarnya. Dengan demikian kegiatan pendidikan yang baik menuntut konsekwensi dengan menciptakan lingkungan belajar dalam suatu arena (area) belajar yang secara sengaja direkayasa sedemikian rupa sehingga kegiatan belajar mengajar tersebut menjadi sesuatu yang menarik dan memunculkan gairah belajar yang tinggi pada diri peserta didik sehingga dapat membentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ditargetkan. Untuk membangun sekolah yang menggairahkan, maka seluruh proses kegiatan belajar mengajar mestilah dibangun secara integratif, stimulatif, fasilitatif dan motivatif.

1). Integratif (Terpadu)

Sekolah yang baik hendaknya menjadikan sistem dan pola penyelenggaraannya terpadu dalam aspek:

  1. Kurikulum, yakni mengintegrasikan kurikulum pendidikan umum dan agama, baik dalam pengertian kuantitatif maupun kualitatif. Pengertian kuantitatif berarti memberikan porsi pendidikan umum dan agama secara seimbang. Sementara pengertian kualitatif berarti menjadikan pendidikan umum diperkaya dengan perspektif agama, dan pendidikan agama diperkaya dengan pendidikan umum. Dengan memadukan kurikulum umum dan agama dalam suatu jalinan kegiatan belajar mengajar, maka diharapkan peserta didik dapat memahami esensi ilmu dalam perspektif yang utuh. Mengetahui sesuatu untuk tujuan manfaat dan maslahat, dan mengamalkan keimanan dengan ilmu dan pengetahuan yang luas.
  2. Kegiatan belajar mengajar, yakni memadukan secara utuh ranah kognitif, afektif dan konatif dalam seluruh aktivitas belajar. Konsekwensinya, seluruh kegiatan belajar harus menstimulasi ketiga ranah tersebut dengan menggunakan berbagai pendekatan (metode dan sarana) belajar. Belajar tidak boleh lagi hanya terpaku pada pembahasan-pembahasan konsep dan teori belaka. Setiap pokok bahasan harus berupaya menarik minat anak terhadap pokok bahasan serta membimbing mereka untuk masuk pada dunia aplikasinya. Belajar melalui pengalaman (experential learning) menjadi suatu pendekatan yang sangat perlu mendapat perhatian dari pengelola sekolah. Dengan pendekatan langsung pada praktek yang memberikan pengalaman nyata kepada anak didik tentang pokok bahasan, experential learning juga akan menumbuhkan semangat dan motivasi belajar yang tinggi, karena suasana menyenangkan dan menantang akan selalu mereka dapatkan. Proses pembelajaran juga semestinya melibatkan semua inteligensi (multiple intelligences). Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan dalam mengoptimalkan pendekatan belajar mestilah berbasis student active learning. Siswa mesti dirangsang untuk aktif terlibat dalam setiaaktivitas dan guru lebih kepada fungsi fasilitator dan motivator. Beberapa pendekatan yang dapat dikembangkan untuk memacu seluruh sisi inteligensi antara lain dengan menggunakan model: case study, project, service learning, thematic learning, dan performance learning.
  3. Peran serta, yakni melibatkan pihak orangtua dan kalangan eksternal (masyarakat) sekolah untuk berperan serta menjadi fasilitator pendidikan para peserta didik. Orangtua harus ikut secara aktif memberikan dorongan dan bantuan baik secara individual kepada putera-puterinya maupun kesertaan mereka terlibat di dalam sekolah dalam serangkaian program yang sistematis. Keterlibatan orangtua memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam meningkatkan performance sekolah. Berdasarkan survey riset yang dilakukan oleh ISREP , hubungan yang kuat antara sekolah dan orangtua merupakan salah satu cirri dari sekolah-sekolah efektif di dunia. Beberapa program kerjasama dengan orangtua yang dapat dikembangkan antara lain dalam hal pengembangan kurikulum, pengayaan program kelas, peningkatan sumber daya pendanaan, pemantauan bersama kinerja siswa, proyek ekshibisi, perayaan, peningkatan kesejahteraan guru , pengembangan organisasi dan manajemen. Sedangkan elemen masyarakat dalam konteks sekolah terpadu harus dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam bingkai pembelajaran. Sekolah yang baik seharusnya menjadikan segala apa yang ada di tengah masyarakat sebagai sumber belajar yang kaya dan nyata. Siswa dapat melihat langsung berbagai fenomena sosiologis, industri dan ekonomi, budaya, penerapan hukum, model pemerintahan, kelembagaan, bahkan sampai pada dunia kriminalitas dan mempelajarinya secara seksama. Dalam beberapa program instruksional, siswa juga dapat terjun langsung berinteraksi dengan bagian-bagian masyarakat tertentu untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan kepdulian akan nasib mereka.
  4. Iklim sekolah, yakni lingkungan pergaulan, tata hubungan, pola perilaku dan segenap peraturan yang diwujudkan dalam kerangka nilai-nilai Islam yang syar’I maupun yang kauni. Nilai Islam yang syar’I melandasi segala aspek perilaku dan peraturan yang mencerminkan akhlak karimah. Sedangkan nilai Islam yang kauni mewujud dalam pola penataan lingkungan yang sesuai dengan hukum-hukum alam, seperti penataan kebersihan, kerapihan, keteraturan, keefektifan, kemudahan, kesehatan, kelogisan, keharmonisan, keseimbangan dan lain sebagainya.

 

2). Stimulatif

Kegiatan belajar yang efektif haruslah mampu memberikan stimulasi yang optimal kepada peserta didik. Memberikan stimulasi yang optimal sebaiknya menyesuaikan diri dengan bagaimana sifat-sifat dan gaya kognitif bekerja. Dalam hal ini psikologi kognitif dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam upaya mengoptimalkan kemampuan daya serap anak dalam konteks belajar. Riding (2002) memaparkan bahwa strategi belajar hendaknya mempertimbangkan bagaimana memory bekerja (working memory) dan bagaimana gaya kognitif seseorang (cognitive style). Working memory sangat mempengaruhi performance seorang anak dalam menyelesaikan tugas-tugas yang melibatkan kemampuan problem solving, reasoning, penyerapan perbendaharaan kata baru, dan reading comprehension . Sweller (1998) melakukan riset yang mendalam bagaimana sebaiknya proses belajar (instructional process) memperhatikan masalah cognitive load dengan rekayasa media belajar yang efektif. Ia menyimpulkan bahwa belajar akan mendapatkan hasilnya yang optimal apabila proses instruksional memperhatikan split attention effect, redundancy effect, worked examples, dan penggunaan multimedia.
Sementara itu, gaya kognitif setiap orang berbeda. Riding dan Cheema (1991) dan Riding dan Rayner (1998) menyimpulkan bahwa gaya setiap orang berfikir terbagi atas dua gaya fundamental yaitu: the wholist-analytic yaitu dimensi gaya berfikir yang cenderung mengelola sesuatu dalam keseluruhan atau dalam bagian-bagian, dan the verbal-imagery; dimensi gaya berfikir yang cenderung menampilkan proses berfikirnya secara verbal atau dalam bentu mental pictures. Dengan dua dimensi cognitive-style tersebut muncullah berbagai kombinasi gaya kognitif siswa, seperti:analytic verbaliser, analytic bimodal, analytic imager, intermediate verbaliser, intermediate bimodal, intermediate imager, wholist verbaliser, wholoist bimodal, wholist imager. Sementara itu Lauren Bradway & Barbara Albers Hill (1993) mengemukakan tiga jenis gaya anak dalam konteks bagaimana ia menyerap pelajaran, yaitu: Litsener, Looker dan Mover.

Dewasa ini, pendekatan quantum learning mencoba menerapkan prinsip-prinsip psikologi pendidikan ke dalam ruang kelas sedemikian rupa sehingga kegiatan belajar diarahkan untuk dapat menstimulasi seluruh indria anak melalui serangkaian kegiatan yang menggunakan multimedia. Inti dari quantum learning adalah bagaimana menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, memompa motivasi belajar dan efektif.
3). Fasilitatif

Kegiatan belajar mengajar harus mampu menyediakan seluas-luasnya sumber dan media belajar. Belajar tidak hanya terpaku pada ruang kelas dan sumber belajar tradisional. Sumber dan media belajar haruslah diperluas tidak hanya di lingkungan sekolah, namun juga di lingkungan alam sekitar, masyarakat, instansi/lembaga, keluarga, mesjid, pasar, tokoh dan lain sebagainya. Berbagai kegiatan informal juga dapat dijadikan media bagi proses belajar mereka, seperti: dalam hal berpakaian, aktivitas makan dan jajan, aktivitas ibadah, aktivitas kebersihan, aktivitas sosial. Dengan memperluas sumber dan media belajar, maka peserta didik akan mendapatkan pengalaman yang membentuk kepribadian.
4). Motivatif

Kegiatan belajar mengajar harus mampu membangkitkan motivasi berprestasi pada peserta didik. Dengan tumbuhnya need of achievement pada setiap siswa, maka ia akan selalu menjadikan seluruh aktivitasnya untuk meraih prestasi. Untuk dapat membangkitkan kebutuhan untuk selalu meraih prestasi, maka setiap pengalaman belajar anak haruslah dirasakan sebagai sesuatu pengalaman yang menyenangkan dan sekaligus menantang.

Kegiatan belajar mengajar harus dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi proses yang interaktif antara peserta didik dengan sumber dan media belajar. Di sinilah pentingnya kemampuan guru untuk membuat suasana dan cara belajar dengan menggunakan berbagai pendekatan yang atraktif, yang pada dasarnya adalah merangsang seluruh indera peserta didik dan memanipulasi ranah kognitif, afektif serta konatif sekaligus.

Berbagai pendekatan yang atraktif antara lain: simulasi, role playing, eksperimen, eksplorasi, observasi, kompetisi, kooperasi (team work), proyek, brainstorming, diskusi dan seminar, lokakarya. Semuan metode dapat diterapkan dengan menggunakan problem solving based learning, research based learning, dan small group based leraning, . Sebaliknya, kegiatan belajar mengajar yang hanya mengandalkan stimulasi kognitif cenderung akan membosankan, dan potensial mengancam runtuhnya need of achievement pada peserta didik. Apalagi bila muatan kurikulum terasa berat, sehingga belajar menjadi suatu beban yang melelahkan dan menjemukan.

Lingkungan belajar yang motivatif juga harus memunculkan iklim sekolah yang sehat yang ditandai dengan pola interaksi dan pergaulan yang hangat bersahabat diantara seluruh tenaga pendidikan dengan anak didik tanpa kehilangan ketegasan dan kewibawaan mereka.

 

  1. Visi dan Misi dan Tujuan SMA Fatahillah

 Format pendidikan haruslah memperhatikan konsekwensi logis dari perkembangan era global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan dan peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat serta harapan tentang masyarakat dunia masa depan. “Komisi Internasional Untuk Pendidikan Abad Dua Puluh Satu” dalam laporannya ke UNESCO, mengajukan rumusan tentang empat pilar pendidikan yaitu:

  1. Learning ti live together: belajar untuk memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya.
  2. Learning to know: penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya learning to how
  3. Learning to do: belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerjasama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi.
  4. Learning to be: belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.

Keempat pilar pendidikan masa depan itu kemudian diterjemahkan ke dalam format sekolah yang diharapkan mampu membantu siswa-siswi mereka untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi kehidupan di masa depan, yaitu: kompetensi keagamaan, kompetensi akademik, kompetensi ekonomi, dan kompetensi social pribadi. Format pendidikan yang berkualitas semestinya juga harus memperhatikan azas-azas psikologi, psikometri dan pedagogi. Semua aktivitas belajar selayaknya berlandaskan kepada pencapaian tugas-tugas perkembangan dan prinsip-prinsip belajar yang meliputi hal-hal yang terkait dengan kerja kognitif, individual differences, motivasi, bakat dan kecenderungan, serta tata hubungan antar individu. Semua itu kemudian akan mempengaruhi pola dan model instruksional, class management, class assessment, media belajar dan sebagainya.

Format sekolah yang menjanjikan perbaikan masa depan adalah sekolah yang memiliki paradigma pendidikan yang maju dan visioner. Pendidikan haruslah mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah peserta didik yang memiliki sederet keunggulan kompetitif guna menghadapi segala tantangan ke depan.

Dengan memperhatikan tujuan yang menjadi latar belakang didirikannya sekolah tersebut maka visi misi SMA Fatahillah  adalah sebagai berikut:

Visi SMA Fatahillah

 Menjadikan Insan yang Beriman, Bertaqwa, Berilmu Amaliah dan Beramal Ilmiah

 Misi SMA Fatahillah

  1. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama sebagai sumber kearifan dalam bertindak.
  2. Meningkatkan kualitas Kegiatan Belajar Mengajar yang dilandasi dengan Imtaq dan Iptek agar mampu bersaing dalam era globalisasi.
  3. Mendidik sesuai dengan bakat, kreativitas, dan minat peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang serta dapat diterima di lingkungan masyarakat.
  4. Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk berinisiatif, kreatif dan inovatif sesuai dengan kaidah ilmu yang dimiliki.

 

 Tujuan SMA Fatahillah

Tujuan Umum

Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak, yang berlandaskan IMTAQ serta keterampilan berbasis teknologi informasi dan kemampuan berkomunikasi peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Tujuan Khusus

  1. Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki imtaq, mandiri, berwawasan kebangsaan dan kemasyarakatan, saling menghargai dan menghormati serta hidup berkerukunan dalam kebhinekaan.
  2. Membekali peserta didik agar memiliki keterampilan berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan diri secara mandiri
  3. Menanamkan sikap ulet, gigih dan sportivitas yang tinggi  kepada peserta didik dalam berkompetisi  dan beradaptasi dengan lingkungan global.
  4. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas, berkualitas dan berprestasi dalam bidang akademik,  keagamaan, olahraga, dan seni, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
  5. Membekali peserta didik dengan kompetensi dan potensi kearifan budaya lokal
  6. Memiliki standar minimal pelayanan pendidikan.